SHDN_LOGIP

SHDN-2012

SHDN-2012

18 Des 2011

Karunia Alam Gunung Agung


Om Swastyastu,
Dari setiap perjalanan pendakian ke Gunung Agung yang tidak terasa lebih dari belasan kali pendakian baik bersama teman, berdua saja, atau bahkan seorang diri saja, dengan mengikuti beberapa jalur yang berbeda, baik dari jalur Pura Pengubengan, lalu jalur Pura Kiduling Kreteg hingga Embung, kemudian jalur Pura Payasan di Temukus dan jalur Pura Pasar Agung di Selat. Beberapa hari setelahnya, saya menyadari berkali-kali lagi, seakan Gunung Agung menginspirasikan saya harus sekali lagi dan berkali-kali lagi menegaskan diri saya sendiri. Saya ataupun kita nyatanya selalu diminta menjadi lebih sadar lagi untuk memahami segala sesuatu akan tantangan alam; api, tanah, udara dan air. Betapa selama ini hanya sedikit kita mempelajari dari kemauan untuk memahami perbedaan dan persamaan antara kita dan Alam semesta secara nyata, murni dan bernaluriah.

Bagaimana kita melihat daerah hutan lebat yang menyimpan berbagai misteri habitatnya. Semisalnya kita berada disana, bagaimana seharusnya kita bisa tangguh hidup didalam hutan selebat itu atau seandainya bagaimana kita seharusnya menemukan jalan keluar dari dalam hutan yang lebat tanpa harus tersesat. Kegelapan dan kesunyian hutan hingga berdiri diketinggian lereng puncak gunung, seringkali membawa kita pada pikiran dan perasaan kecemasan, ketakutan dan ketidakmampuan atau sebaliknya membawa kesombongan seakan telah menaklukan alam yang kita lalui dengan keangkuhan pikiran yang kita pertahankan.

Disinilah ketegasan yang diminta dari Alam itu, ketegasan kita menghadapi dengan keseimbangan antara kita dan jiwa kita sendiri, karenanya hal ini semakin membuka diri kita untuk membuat keseimbangan perbedaan didalam diri kita sendiri, Hyang Widhi didalam diri dan diri kita sendiri. Alam menyarankan kebijaksanaanya pada kita untuk memahami Alam dengan ketegasan atas keyakinan kita pada Pencipta-Nya, yang justru Diri-Nya berada didalam diri kita sendiri. Dengan demikian kehadiran Alam Semesta bagi kita adalah untuk dapat menikmati suguhan-suguhan Pencipta-Nya dengan kesadaran kemuliaan-Nya bukan dinikmati untuk kesenangan duniawi dan mengkhianati Pencipta-Nya menjadikan Alam adalah budak nafsunya.

Padahal Alam itu dinyatakan sama dengan perumpamaan Diri-Nya, karena dari adanya Alam kita bisa mengambil dan menerima semua limpahan karunia dari-Nya. Dimulai dari cara panadang yang sederhana, kelahiran yang memerlukan perlindungan, tempat tinggal, makanan dan obat-obatan, Kehidupan yang menginginkan hasil dan kelimpahan rejeki dan kematian yang memerlukan tempat terbaik untuk menyimpan atau memusnahkan raganya, dansebagainya.

Tentu saja yang saya mohonkan melakukan perjalanan melewati hutan yang lebat hingga diketinggian gunung, bukan sebagai kehendak diri menaklukan alam, tetapi diri ini sendiri dengan perhitungan yang lebih mawas, cerdas dan bijaksana. Sejauh mana kita bisa berdiri dan berjalan disana sama dengan sebagaimana kita mengamalkan swadharma dalam ajaran trikaya; niat, pikiran dan perbuatan. Kita sudah sepantasnya untuk merasakan kesucian dan kesungguhan Hyang Widhi didalam tubuh kita, memberikan renungan, pencerahan dan keyakinan untuk selalu melihat, mendengar dan menggerakkan drinya sendiri dalam setiap hari-hari perjalanan hidupnya, selalu atas berkat karunia dan cinta-Nya.

Hanyalah kemasabodohan, kemalasan, ketakutan, kesombongan yang akan memisahkan kita dari ketemtraman dalam diri sendiri bersama-Nya yang selalu mencintai kita. Hal ini menegaskan kita pada apa yang sering kita ucapkan Astungkara atau OM Awighnamastu, yang mengajarkan kita untuk memahami ucapan selalu memohon tiada halangan bagi kita atas karunia-Nya.

Tanpa disadari cerminan dari semua itu nyatanya adalah kehidupan kita yang selama ini kita jalankan. Alam yang kita lalui adalah pelajaran yang sangat berharga, tak dapat kita pelajari hanya membaca dari buku tanpa dialami sendiri. Sama dengan cara pandang hidup yang hanya memusatkan tindakan demi kepentingan diri sendiri, tidak membiasakan diri menerima pemikiran dan kebutuhan orang lain. Karena dengan mengenal kebutuhan orang lain, Alam dan sekitarnya, maka kita justru diarahkan untuk lebih dekat dan lebih dekat lagi mengenal Hyang Widhi dengan mengalir dalam tubuh kita sangat alami.

Maka kita akan terus menerima kelahiran-kelahiran baru dari kedewasaan diri kita sendiri, menerima anugerah-anugerah-Nya setiap waktu, ini sangat kita perlukan untuk melengkapi keterbatasan kita melakukan perjalanan dengan kemampuan bertanggung jawab lebih serta menemui setiap tantangan tanpa harus terbebani.

Begitulah memanunggalkan diri kita dengan Tuhan pencipta yang sebenarnya. Bukan dengan berpikir keras mengikuti ajaran dari berbagai pemahaman tentang kemanunggalan, karena inti dari ajaran itu adalah kealamian rasa tanpa dipaksa, sehingga ada kesadaran dan ketegasan, untuk selalu belajar menyadari dan menegaskan diri lagi. Adanya pendewasaan kecakapan untuk menjadi diri sendiri melakukan perjalanan hidup ditengah-tengah antara Tuhan dan Alam Semestanya, tanpa mendahului atau didahului. Tetap ditengah, seimbang dan berjalan bersama-Nya. Rahayu, Salam Dharma!(IP181212)