Siapapun diri kita, takkan pernah luput dari nafsu, amarah dan dosa. Tetapi sayang masih saja kita diliputi kebenaran, kebenaran diri sendiri, bahkan merasa lebih benar dan suci dari yang lainnya. Kita merasa telah menjauhkan diri dari perbuatan buruk, justru tanpa disadari kita merasa lebih buruk dari yang lain.
Memang kita lebih baik dari seorang penjahat, pemabuk dan penipu! Tetapi berbuat baikpun bukan berarti luput dari nafsu, amarah dan dosa, sehingga kita telah berlaku jahat kepada orang lain, menghujat orang lain dengan kebenaran cara kita bersembahyang, meninggikan hati ketika kita ber-punia, menghakimi orang lain yang dianggap nista. Maka akhirnya tak ubahnya kita menjadi penjahat yang bersenjatakan dupa, pemabuk yang bergelas tirta suci dan penipu yang berbaju putih.
Masalahnya adalah kita telah mengabaikan pentingnya bertaubat. Dengan bertaubat kita akan melakukan penyerahan diri, sehingga ruh jiwa pun ditanamkan sebagai taruhannya sekalipun, siap bila perlu dicabut dan ditanamkan kembali kedalam tanah sebagai penebusan kepada-Nya.
Tanpa bertaubat, penyesalan apapun bahkan dengan isak tangis sedashyat air terjun sekalipun takkan dapat menembus kedalaman bathin kita sendiri, ibarat seorang aktor bermain drama, tetap saja kita kembali ke kehidupan yang semula lagi, karena penyesalan maupun kata maafnya hanya sekedar perannya bersandiwara. Dengan mau bertaubat, maka akan menjadikan bathin sebagain penuntun diri untuk kembali waspada, mewaspadai agar tak lagi mengulang kepada perbuatan yang dulu, perbuatan yang menurutnya sia-sia, rasa sesal dengan penyesalan dan maafnya hanya bagai bentuk skenario.
Jelas sangat perlu untuk melakukan taubat, karena taubat selalu disadari dengan upaya untuk tidak lagi mengelabui diri untuk hanyut kembali kepada penyesalan yang pertama, kedua dan seterusnya. Bagi taubat hanya cukup penyesalan sekali, karena didalam setiap fase kehidupan akan selalu ada pengakuan-pengakuan dosa lainnya, seiring dengan semakin meningkatnya pencerahan kerohaniannya, semakin banyak berbuat baik akan semakin banyak melakukan taubat!
Jadi hendaknya jangan melakukan taubat dari penyesalan yang sama, kesalahan yang sama, akhirnya dosa yang sama dan kehidupan yang sama kembali, tanpa ada perubahan, perubahan pada sang diri, pribadi dan wataknya sendiri.
Bertaubat di pura luhur Pulaki adalah tempatnya? Entahlah dari sudut mana anda memandang dan menyakininya, namun ada baiknya kita gunakan kesempatan bertaubat kelak disana, Hyang Maha Mengetahui dan Maha Pengingat akan mengetahui dan mengingatkan kita, niscaya bertaubat di pura luhur Pulaki yang berada diantara kerumunan kera-kera, bukit, laut dan termasuk gunung Raung dikejauhan mampu memberikan makna pentingnya bertaubat, betapa kecilnya kita bila dibandingkan dengan besarnya bukit, luas dan dalamnya lautan serta tingginya gunung menjulang, serta betapa angkuhnya kita dibandingkan dengan ratusan kera-kera sebagai mahluk ciptaan lain-Nya, tetapi justru kita selalu tak tahu diri terhadap kebesaran dan keagungan-NYA.
Maka bertambah besarlah makna taubat dikeluhuran pura Pulaki.
‘Biarlah penyesalan itu datang, karena disanalah taubat menyertainya, jangan biarkan taubat berlalu begitu saja, agar taubat menjadikan kita sebagai rasa syukur telah ingat kepada-NYA’
Taubat adalah anugerah dari-NYA,di-ingatkan-NYA agar selalu memperbaiki diri. Menghindari, apalagi tak mau bertaubat sama halnya berlaku sombong pada-NYA ’
-Pura Pulaki, 06122006 Indraprabudjati