SHDN_LOGIP

SHDN-2012

SHDN-2012

20 Des 2006

Agama adalah tuntunan bukan tontonan

Agama mengajarkan dan menuntun kita menjadi lebih santun dan beradab. Hendaknya tidak dijadikan tontonan, karena agama bukan cerita belaka, tetapi cerita yang diceritakan oleh-Nya, cerita nyata yang harus dan wajib diteladani dan diamalkan, tidak boleh tidak, karena yang diceritakan oleh-Nya bukan hiburan!

Bila itu menjadi tontonan, kita akan banyak mengabaikan perilaku-perilaku yang santun dan beradab, saling sikut dan saling sikat. Maka bila kita masih belum juga beranjak dari deretan bangku-bangku penonton, meski dengan meneriakkan yel-yel nama agama kita, sesungguhnya sama dengan menjadikan agama hanya sebagai tontonan yang perlu dipertarungkan, dipertandingkan dan dimenangkan oleh dirinya sendiri. Ciri-cirinya adalah menjadikan dirinya sebagai seorang supporter belaka, oleh karenanya dalam sekejap mudah membabi buta dan membakar sebuah kota, menyiksa orang lain dengan kekerasan dan arogansi terhadap siapapun yang meremehkan agamanya.

Perilaku demikian, jelaslah bukan sebuah keyakinan beragama yang baik dan patut diteladani oleh kita, mengingat keyakinan beragama jelas harus diikuti dengan pemahaman dari usaha-usahanya melakukan pendakian dan pengalaman di pelbagai episode-episode peristiwa perjalanan kehidupannya.

Dilain hal, perlu juga kita yakini, bahwa toleransi bukanlah anjuran belaka, karenanya toleransi melebihi dari hakikat perbedaan, sangat lihai dan unggul dalam menyikapi setiap perbedaan dalam satu lingkungan, satu kota hingga satu kepulauan, Nusantara.

Bhinekka Tunggal Ika, adalah bentuk lahiriah toleransi dan solidaritas bangsa kita yang cerdas dan mandiri, ia tercipta tidak begitu saja, tetapi dari berbagai mitologi dan historis sejarah peradaban bangsa kita. Tak heran leluhur,parapinisepuh dan orang-orang tua bijak, siapapun mengajak kita untuk tak mempedulikan perbedaan, agama maupun keyakinan dan tradisi adalah wajah ekspresif budaya masing-masing dari kita yang majemuk, ia telah mengakarinya dengan lahiriah turun-temurun, tentunya bila kita tak menyadari pentingnya toleransi akan banyak mengabaikan semangat persatuan dan kesatuan dan melahirkan anak-anak bangsa yang tak lagi santun dan beradab. Sebagaimana cerminan sloka dalam Weda ‘hanyalah bangsanya sendiri yang dapat merubah nasib bangsanya sendiri’.

Merubah dengan tatanan dan tuntunan agama yang dibangun dengan semangat kebhinekkaan, bukan memaksakan keyakinannya beragama terhadap orang lain, Itu sama dengan jiwa penjajah!, meski jelas bukan penjajah tempo dulu, namun tak beda jauh , sama persis! Karena bangsa penjajah akan senang hati memaksakan kehendaknya dengan mengorbankan nyawa orang banyak sekalipun kepada siapapun yang bertentangan dengan dirinya Jadi tak ada alasan untuk meniru-niru menjadi penjajah di negerinya sendiri apalagi pada agamanya sendiri, bentuk sebuah pengkhianatan diri terhadap-Nya.

‘Hiduplah agama nir-kekerasan, karenanya pula, bekerja keras bukanlah mengerjakannya dengan keras hati tapi rendah hati’ Indra prabudjati