SHDN_LOGIP

SHDN-2012

SHDN-2012

24 Feb 2010

Hari Saraswati: Membaca Buku adalah Swadharma

Dewi Saraswati datang membawa sejuta buku, membagi-bagikan ilmu-Nya, diantara anak-anak kita, agar dapat tumbuh kembang menjadi anak-anak tunas bangsa Indonesia, berjiwa tauladan, mandiri dan berdikari. Sang Hyang Widhi mengutus Dewi Ilmu Pengetahuan ini, untuk hadir ditengah-tengah kita, membawa berkah bagi kehidupan kita semua. Dan kita mencurahkan pemberian-Nya melalui buku-buku yang kita tuliskan, dari generasi ke generasi.

Membaca buku adalah bagian dari ibadah kita, ibadah kepada-Nya, karena buku memberikan inpirasi dan pencerdasan pikiran dan jiwa, dari buku kita menyerapnya dan memberikan sumbangsih pada kita sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa, hal demikian adalah ibadah yang telah kita lakukan sesuai kehendak-Nya, yang telah menganugerahi kita akal dan pikiran yang sehat.

Kini, meski di jaman yang sudah disesaki dengan sejuta buku tentang pencerahan agama kehinduan kita, nyatanya masih merupakan bentuk ibadah yang terbelakang. Keengganan membaca buku pengetahuan agama menjadikan sumber daya umat Hindu paling lemah, hingga melemahkan sistem penyajian komunikasi, metode dan kualitas materinya. Hasilnya, ibadah dipahami dalam bentuk kekayaan ritual, sekelumit upakara dan pergi ke pura yang paling banyak disesaki umatnya hingga yang terkenal kesaktiannya.

Seharusnya kita malu pada Dewi Saraswati, dihari perayaannya, justru buku-buku agama, maupun lontar-lontar sastra kuno tabu dibaca, hanya ditumpuk dan diupacarai, dibuka hanya pada saat keperluan ritual, bukan keperluan untuk dipelajari dan digugah manfaatnya. Upacara hari Saraswati diberatkan pada nilai ritual, dan silih berganti keluar masuk pura tanpa dharmawacana, tanpa upaya mengupas maknanya dengan ceramah dan diskusi agama.

Andai saja Dewi Saraswati marah, tentunya ia takkan datang lagi dengan sejumlah tangan yang membawa sejuta pengetahuan, tetapi membawa sejuta pentungan, memaksa kita menyadari, kehadirannya oleh Sang Pencipta, datang untuk memberdayakan umat kita, agar jangan lagi dibodohi sikap ‘eksklusifisme agama dan tradisi’, saatnya menggunakan akal dan pikiran yang selaras dengan kesadaran-Nya (bermoral dan berbudi luhur sebagaimana sifat-sifat-Nya pada Brahman).

Mari kita sambut dan maknai perayaan Saraswati sebagai inspirasi pencerdasan umat, pemberdayaan dan butir-butir reformasi Hindu Nusantara masa depan!
Rahayu, Indra Prabudjati